BERITASITARO.COM – Burung Kumkum putih atau dalam Bahasa lokal biasa disebut Burung Puntieng bukan hanya sekadar penghuni Pulau Liang, namun juga simbol keseimbangan alam, terutama di Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara. Keberadaan burung ini di Pulau Liang telah menjadi sorotan, baik dalam konteks ekologi maupun ekonomi. Pulau Liang sendiri merupakan salah satu dari 79 pulau yang tersebar di Sangihe dan merupakan satu-satunya pulau yang dihuni oleh burung Puntieng.
Dilansir dari ulasan video di akun Facebook RRI Tahuna yang menyajikan informasi tentang keberadaan burung Puntieng yang sangat khas dan unik ini, Salah satu hal yang membedakan burung Puntieng dari burung lainnya adalah kebiasaannya dalam mencari makanan. Burung ini hanya mengonsumsi buah pala yang sudah matang.
Warga Kampung Bukide, Ishak Makapedua dalam video tersebut menjelaskan, Burung Puntieng memiliki rutinitas yang sangat teratur.
“Pada pagi hari, burung ini akan terbang ke daratan Sangihe untuk mencari buah pala yang sudah matang dan akan kembali menuju Pulau Liang untuk beristirahat pada sore hari dan burung ini akan memuntahkan biji pala yang sudah di makan di malam hari.” Kata Ishak.

Walaupun tampaknya burung Puntieng hanya berperan sebagai pemangsa buah pala, tetapi sebenarnya ia memiliki peran yang sangat penting dalam penyebaran biji pala itu sendiri.Pulau Liang, meskipun tidak memiliki pohon pala, sangat bergantung pada burung Puntieng untuk memindahkan biji-biji pala yang dibawa dari daratan. Inilah yang membuat hubungan antara burung Puntieng, masyarakat Kampung Bukide, dan pohon pala menjadi sangat simbiotik. Tanpa burung Puntieng, tidak akan ada biji pala di pulau Liang.
Ancaman dan Upaya Pelestarian Burung Puntieng
Sayangnya, keberadaan burung Puntieng sempat terancam. pada tahun 1995 populasi burung Puntieng hanya tersisa sekitar 1.000an ekor. Penurunan ini disebabkan oleh perburuan liar yang dilakukan oleh sebagian warga dari pulau tetangga yang sering mengambil anak atau induk burung Puntieng. Menanggapi hal ini, pemerintah setempat dan masyarakat Kampung Bukide melakukan berbagai upaya untuk melindungi burung ini dan habitatnya.
Bonni Lalo, Kepala Desa Kampung Bukide, dalam wawancaranya dengan RRI Tahuna, mengungkapkan bahwa untuk melindungi burung Puntieng, pihaknya menerbitkan peraturan kampung yang melarang perburuan liar. Masyarakat di sekitar Pulau Liang pun aktif menjaga agar populasi burung Puntieng tidak terganggu.
“Kami terus melakukan pemantauan, jika ada pelanggaran, kami langsung memberi sanksi tegas, termasuk menahan perahu warga yang mencoba menangkap burung ini,” jelas Bonni.
Hasil dari upaya konservasi ini sangat signifikan, karena saat ini populasi burung Puntieng sudah berkembang pesat hingga mencapai sekitar 20.000an ekor.
Peran Ekonomi Burung Puntieng: Pala Berkualitas A yang Terkenal di Dunia
Selain memiliki peran penting dalam ekosistem, burung Puntieng juga memberikan manfaat ekonomi yang luar biasa bagi masyarakat Kampung Bukide, biji pala yang dimuntahkan oleh burung Puntieng memiliki kualitas terbaik.

Biji Pala Kualitas A yang dimuntahkan oleh Burung Puntieng
Gaspar Mahadur, warga kampung Bukide mengungkapkan, Biji tersebut sudah tidak memiliki kulit atau fuli lagi, hanya tersisa biji inti yang menjadi bagian paling dicari oleh pemungut biji pala. dalam sehari, Warga dapat memungut 2 hingga 5 kilogram biji pala dari hasil muntahan burung Puntieng. Dengan harga pasar sekitar Rp63.000 per kilogram, penghasilan masyarakat bisa mencapai angka yang signifikan dalam seminggu.
Lebih menariknya lagi, Menurut Brance Manager PT. East Indian Agency Product, Jois David, biji pala dari Pulau Liang atau di Kabupaten Sangihe telah diekspor ke pasar internasional. Negara-negara seperti Jepang, Singapura, Malaysia, India, dan bahkan beberapa negara Eropa adalah pembeli utama biji pala ini. Kualitas biji pala yang dihasilkan oleh telah diakui sebagai salah satu biji pala terbaik di dunia, dan telah mendapatkan sertifikasi halal serta lulus uji laboratorium Kementerian Pertanian Indonesia.
“telah tersrtifikasi dari control union dan mengantongi sertifikat halal dari MUI, dan di eksport ke Eropa, Asia, India, Singapura, Malaysia dan Jepang yang termasuk pembeli besar dengan melewati laboratorium kementrian pertanian.” ungkap Jois.
Burung Puntieng dan Masa Kawin
Menariknya, populasi burung Puntieng juga terpengaruh oleh musim kawin. burung Puntieng akan sangat aktif dalam mencari makanan dari Januari hingga September, tetapi mulai Oktober hingga Desember burung ini memasuki musim kawin. Selama periode ini, tidak lagi terlihat aktif mencari buah pala, karena fokus mereka beralih ke proses reproduksi. Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya bagi masyarakat untuk memahami siklus hidup guna menjaga kelestarian burung Puntieng.
Simbiosis antara Burung Puntieng, Alam, dan Masyarakat
Burung Puntieng, dengan kebiasaan makan dan menyebarkan biji pala, bukan hanya mengisi posisi penting dalam ekosistem Pulau Liang, tetapi juga menjadi jembatan antara alam dan ekonomi masyarakat setempat. Melalui upaya konservasi yang telah dilakukan oleh masyarakat Kampung Bukide dan pemerintah setempat, populasi burung Puntieng yang hampir punah kini telah kembali berkembang. Berkat hubungan simbiotik antara burung ini, pohon pala, dan manusia, Pulau Liang menjadi contoh nyata dari bagaimana keberlanjutan alam dan ekonomi bisa berjalan seiring, menjaga warisan alam untuk generasi mendatang.
